Friday, February 29, 2008

Mempersiapkan Diri

Seperti juga bunga liar itu, aku ingin membuat bunga liar dalam hatiku berada pada taman yang benar.
Biar setiap ranting dan batangnya tumbuh panjang dan membesar, daun-daunnya menghijau dan tiap tangkai bunganya tumbuh dengan subur.

Mengharumkan setiap saat hatiku.
Menenangkan jiwa dan meredam setiap gejolak yang timbul karenannya.
Tuk mengarungi hidup di dunia ini, menguatkan pijakan dakwahku.
Menggenap setengah dari agama ini.
Akan ku cuba untuk menitinya
Mulai memulai langkah.
Mempersiapkan diri, hati dan keimanan.
Ya Robbi, tunjukkan jalanku, kokohkan hati dan langkahku.
Kuatkan pijakankannya, dan berikan yang terbaik untukku.
"Bissmilahi Tawakaltu Alllah"

Thursday, February 28, 2008

Borbolang

"Team Borbolang, Puncak, Bogor"

Tuesday, February 26, 2008

Kecerian Di Rumah Sederhana

Suara itu, hampir setiap hari terdengar di rumah sederhana kami.
Suara ricuh anak-anak, setiap menjelang malam, hinggap di depan rumahku.
Suara lantunan ayat-ayat suci Al-qur,an, suara bocah terbata membaca, Iqra, tangisan anak-anak diledek temennya. Atau suara-suara ricuh lain yang tidak karuan.

Tapi, itulah rumah kami, rumah keberkahan, tempat puluhan anak-anak menuntut ilmu, dalam bingkai TPA An-Nur.

Akan terus jadi pekerjaan kami, tabungan amal, pelepasan segala masalah yang aku hadapi di siang hari, penumpahan keceriaan, bersama ana-anak dan tentunya ladang dakwah kami. Siapa yang mau bergabung, Gratis!

Saturday, February 23, 2008

Gunung Gede

"Ries n N-Jel berada di dekat kawah panas Gunung Gede, Bandung"

Menanti Kepastian untuk Daun Kehidupan

Derap hari terus berganti. Dua minggu sudah aku menanti sebuah kepastian.
Untuk menumbuhkan daun-daun kehidupan
Bina usrah mulimah
Terasa sulit, seakan lama, menguji kesabaran.

Aku sendiri bingun. Tetap menunggu, atau
mencari alternatif.

Alternatif lain aku siapkan
Meski harapan yang lalu terus dibangun
tinggal sedikit memang
Terkikis dengan kekecewaan, dan ketidakpastian.

Cukup sudah aku menanti
Sudah kubulatkan untuk cari pengganti
Esok hari, mencari alternatif.

Wednesday, February 20, 2008

Melangkah Kembali

Akhirnya perasaan lemah datang dan menghampiriku
Merasuki hari-hariku, hari ini
Perasaan malas terus saja menggelayuti
Futur para aktivis menyebutnya,
Bangkitlah, hujan mulai turun, terobos,
dan pastikan bahwa kamu adalah satu dari 1.000 pejuang-pejuang itu.
Tidak ada kata mundur ke belakang
Jangan larut dalam perasaan
Hentikan...
Dan mulailah melangkah kembali

Gamelan Pernikahan

Denting-denting musik itu terdengar merdu di telingaku
mengiringi suasana pesta pernikahanmu
Dengan diiringi lantunan syair-syair
mengiringi tamu menyantap hidangan
Aku terus menikmati musik langka yang tidak ada di tempat aku dilahirkan
Musik itu dimainkan anak-anak kecil
Kurekam, aku abadikan dengan dengan USB ku
Setiapku dengar mengingatkan ku tentang suasana itu, suasana kebudayaan, kultur masyarakat jawa, yang mengiringi hari pernikahanmu

Alun-alun Suryakencana


"Ries, Heri, N-Jel, menikmatai hamparan bunga abadi di Alun-alun Surya Kencana, Gunung Gede"

Kesendirian di Keindahan Ciptaan Allah

Menyaksikan secuil keindahan penciptaan tuhan.
Di suatu tempat yang dijuluki Pulau Dewata, entah kenapa palau itu diberi julukan tersebut, mungkin sebagian penghuni pulau ini percaya akan dewa.
Tapi yang pasti keindahan alam tempat ini akan memberikanku sebuah pengalaman tentang sebuah keindahan ciptakan Allah.
Hamparan laut biru dengan pantai dan karang yang memukau menjadi Bali salah satu tempat terindah di dunia ini.
Membawaku ke suatu pengalaman untuk bertafakur, menikmati keindahan dalam kesendirian, mengekspresikaan sebagian fitrah diri yang entah kapan akan berakhir. Menemukan kembali relung-relung dalam diri yang telah lama hilang. Meski sebenarnya aku sendiri ingin menghilangkannya. Menghilangkan rasa kesendirian. Kesendirian di tengah keindahan ciptaan tuhan, kesendirian di sebuah keramaian.
Dan, segala kesendirian lainya yang entah kapan dan kenapa ia selalu muncul.
Kuharap rasa ini tidak kembali saat aku kembali lagi ke tempat ini.

Tuesday, February 19, 2008

Aku di Gede Summit

Berada di sekitar 3.000 meter di atas permukaan laut
Memberikanku sebuah suasana dan pengalaman tak terlupa.
Dingin memang, dengan berbekal jaket tebal aku menyelusuri jalan setapak di Puncak Gunung Gede.
Angin kencang yang membawa rintik air serta kabut tebal tak membuatku berhenti untuk melangkah.
Meski dengan satu tim hanya 5 orang yang akan melanjutkan perjalanan ini.
Mendaki sedikit lagi untuk kemudian menuruni tebing terjal yang ditumbuhi pohonan gunung untuk dapat sampai di Alun-alun Surya Kencana.
Aku terus melangkah mengikuti temanku yang sudah di depan. Sementara 5 orang lagi memilih mendirikan tenda di Gede Summit, menghangatkan tubuh mereka yang menggigil setelah semalaman bertarung dengan dingin, kegelapan, peta buta dan medan terjal yang salah satu di antaranya disebut tanjatan setan.
Kini aku berada di Gede Summit dan sebentarlah aku akan berada di Alun-alun Surya Kencana.
Terima kasih Allah untuk spesial moment ini, dan aku akan mengenangnya, mengenang sebuah bukti kekuasaanMU.

Monday, February 18, 2008

Menyaksikan Bukti Sejarah

Untuk pertama kalinya aku menapakkan kaki di tempat itu
Tempat peribadat bagi orang hindu
Yang meski kini telah menjadi sebuah peninggalan sejarah
Ribuan batu tersusun jadi satu
Dengan komplek yang tidak terlalu besar menurutku
Melangkahkan kaki, memutari bangunan tua yang kini dikeluarkan dari 7 keajaiban dunia
Menarik, seakan menyelusuri kembali peristiwa masa lalu
Ratusan tahun, suasana ketika republik ini belum ada
Ketika raja-raja masih berkuasa
Ketika nusantara ini masih berbentuk kerajaan
Ketika tempat ini belum bernama Magelang, mungkin!
Ketika sebuah kebanggaan akan sebuah hasil karya nenek moyang terpampang di depan mata
Sebuah bukti sejarah yang dulu hanya terlihat dalam gambar, hanya terbaca dari banyak buku sejarah yang kupelajari.
Kini ketika semuanya nampak, ada yang terkesan, ada yang membingungkan dan ada memprihatinkan.
Membanggakan karena aku berada di sini dan mahakarya itu memang patut dibanggakan
Membingunkan karena semuanya harus dinilai dengan uang, sampai-sampai untuk dapat sholat akan harus membayar.
Dan amat memprihatinkan karena hampir semua objek wisata di negeri ini dijadikan ladang mencari rejeki yang tidak mulia, meminta dan mengamen dengan memaksa
Tapi suatu yang pasti ingin aku menapaki kembali setiap seluk beluk kota Magelang paling tidak Borobudurnya.

Sebuah Kisah Klasik

Pelan tapi pasti kita tapaki langkah demi langkah jalan mendaki ini. Jalan yang penuh batu yang dikelilingi pohon-pohon dan hutan belantara.
Di sebuah tempat, di kaki Gunung Gede, Bandung.
Hanya kekompak dan tapak yang tertinggal yang akhirnya membawa kita ke tujuan. Meski tidak tinggi namun amat terkesan dan berarti. Karena kita adalah tim. Melebihi apapun yang didugakan orang. Kita tim, sahabat kecil, para aktivis, teman sebangku, satu naungan masjid, satu medan dakwah, teman berbagi dan segudang kata lain yang tak kan cukup untuk menggambarkan sebuah tali persaudaraan karenaislam dan keimanan.
Di curug itu di belakang kita akan menjadi saksi akan kenangan yang pernah kita buat berlima. Di blog ini aku ungkapkan untuk kalian, sebuah pengakuan tentang kerinduan. Kerinduan pada kalian, kerinduan akan perjalanan menapaki langkah di beberapa gunung, kerinduan atas kebersamaan, senasib sepenanggungan dan sejuta kerinduan yang mungkin sulit untuk terulang.
Ya saudaraku, dengarkan ungkapan hati dari sahabatku, dan ucapkan untukku
Ana Uhibbukum Billah

Sepedah Ontel di Desa Kenangan

Pulang ke kotamu!
Tiap sudut menawarkan......
Mungkin itu kata yang sedikit menggambarkan betapa romantisme ada di desa itu.
Di sebuah tempat bernama Krendetan. Tempat di mana ibuku dilahirkan, di sudut lain kota Purworejo, Jawa Tengah. Tidak banyak yang berubah sejak aku pulang beberapa tahun lalu. Hingga di akhir Oktober lalu, suasana desa yang menghubungkan Jogyakarta itu tetap sebuah desa dengan suasana jawa yang kental.
Sepeda ontel, yang dinaiki para pelajar menjadi pengalaman dan pemandangan yang sangat berbeda. Kebiasan rutin, turunan orang tua, budaya desa, kebersamaan, keunikan, mungkin ini yang dapat aku tuliskan untuk menggambarkan suasana desamu dengan rombonganan sepeda ontel di pagi, siang dan sore harinya. Budayakan, pelihara meski mungkin akan tergusur dengan jaman.

Para Pahlawan, Pembuat Gula Merah

Lelaki itu mulai menyiapkan segala keperluannya, arit dan lingkaran-lingkaran bambu terselip di pinggangnya. Ini hanyalah perlengkapan sederhana, yang mungkin bagi kebanyakan orang tidak berarti. Tapi sesungguhnya amat berarti bagi dia, benda itu turut menjadi menyambung hidup keluarga, bagian dari mata pencahariannya, yang selalu menemaninya. Setiap hari! Lelaki itu, hanyanya bagian dari banyak orang yang menggantungkan hidupnya sebagai pembuat gula merah. Di sebuah desa di kota Purworejo. Setiap hari sebagian penduduk di desa itu memanjat pohon kelapa, untuk mendapatkan air tuak yang akan diolah menjadi gula merah. Hanya dari yang tertua yang tersisa di desa itu, sebagian pemuda telah merantau entah ke mana? Dari kumpulan-kumpulan rupiah menjual gula inilah mereka hidup, di alam desa yang tenang yang diapit bukit-bukit kecil. Di bawah pola hidup sederhana, namun bersahaja. Di antara falsafah hidup orang jawa dan kedinamisan serta ketenangan desa Sumorejo, Purwokerto. Di sanalah untuk beberapa saat aku merasakan, di akhir Oktober. Merasakan aroma tuak gula merah, menyaksikan para pahlawan, sang pemanjat pohon kelapa.

Gunung Gede


Ries bersama teman SMK di air terjun Cibeureum, Gunung Gede, Bandung.

Sunday, February 17, 2008

Bersepeda di Akhir Oktober

Merasakan suasana perkampungan di Purworejo, Jawa Tengah, berarti menikmati suasana yang tak kan terlupa.
Pada akhir Oktober lalu, kaki dan tangan serta segenap tubuh ini menikmati kembali suasana Purworejo.
Mungkin ia tidak seperti tempat wisata, karena memang ia bukan objek wisata. Ia hanyalah sebuah hunian para penduduk Jawa Tengah.
Belum lagi aku hanya singgah di satu sudut kecil kota itu, di pelosok desa bernama Sumorejo, yang diapit bukit-bukit kecil. Tidak ada sawah, pemandangan indah ataupun sesuatu yang menarik bagi para pencinta wisata. Tapi tidak bagi ku. Tempat itu tetap punya arti, sebab, sebagian kenangan hidup jasad ini terukir di situ. Di tempat yang diapit bukit kecil. Menyaksikan pohon-pohon kelapa yang menjulang mencari matahari, bercermin pada kehidupan para pembuat gula, dan tentunya bersepeda tua di antara bangunan-bangunan adat yang memesona.
Bukan hanya karena sebagian dari serpihan garis keturunan ibu ku bermukim di sana, tetapi lebih pada suasana hati, tentang kenangan yang pernah terjadi.
Porwerejo aku menanti kembali.

Keceriaan Anak-anak

Ingin rasanya merasakan kecerian seperti mereka selamanya. Seperti yang dulu pernah aku rasakan di tahun-tahun pertama aku dilahirkan.
Bermain dan mengekspresikan apapun yang ingin aku ekspresikan, setiap hari, setiap jam, menit bahkan detik-detik yang berlalu dalam hidup ini.
Aku bukan tidak merasakan keceriaan saat ini. Aku hanya merindukan keceriaan seperti mereka. Seperti apa yang aku rasakan bersama mereka di bulan Ramadhan lalu.
Sebuah kelak tawa kerap kali hadir menghampiri, gerak tubuh terus saja mengiringi. Mengiringi keletihan berpikirku, karena harus memikirkan mereka, untuk keselamatan dan keberlangsungan acara, mungkin. Suatu saat aku akan mengulangnya. Pasti!

Gunung Gede


Alun-alun Surya Kencana

Segala Memang Harus Dimulai

Walau terkadang sulit, tapi memang segala harus dimulai Satu persatu persoalan, pengalaman, dan seluk beluk kehidupan hadir Menuntut diri untuk dapat mengarsipkan Agar suatu saat ia dapat dikenang, diingatkan atau mungkin ditertawakan. Meskipun untuk mengenanganya, mungkin butuh air mata, kesedihan dan mungkin juga perasaan yang tidak menentu. Karena setiap lembaran hidup yang telah berlalu akan kembali tergambar, mengiang di telinga, tergores kembali di dalam hati dan akan menjadi saksi bisu. Yang mungkin hanya dapat dipahami oleh perasaan. Tetapi apapun yang akan timbul nanti, tidak ada salahnya dimulai hari ini. Selamat datang untuk segalanya yang pernah hilang dan akan ku pastikan kamu hanya akan aku kenang. Untuk dapat menyertaiku kembali menyelusuri perjalanan ini, mungkin sebagai teman atau engkau akan menjadi navigator di arena balap ku. Good Luck